Selasa, 11 Juli 2017

Tatanan Kelengkapan Pembentukan Negara


Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 kesibukan para pemimpin bangsa adalah  membentuk dan mengatur tatanan kenegaraan sebagaimana layaknya suatu negara merdeka. Karena pada saat itu Indonesia belum memiliki alat kelengkapan negara, seperti presiden, konstitusi, menteri, gubernur, tentara kebangsaan, dan sebagainya. Oleh karena itu, sehari setelah proklamasi kemerdekaan indonesia PPKI langsung mengadakan sidang untuk membentuk beberapa kelengkapan negara. Pada waktu itu Soekarno dan Hatta, merencanakan menambah sembilan orang lagi  anggota baru yang terdiri dari para pemuda, seperti Chairul Saleh dan Sukarni dan wikana. Namun, setelah terjadi pembicaraan antara Hatta dan pemuda, para pemuda memutuskan untuk meninggalkan tempat, golongan muda itu kurang berkenan karena mereka masih menganggap PPKI adalah bentukan Jepang. Dalam upaya membentuk tatanan kelengakapan Negara PPKI mengadakan sidang sebanyak 3 kali, Sidang-sidang PPKI tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Sidang Pertama PPKI (18 Agustus 1945)
Rapat pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dilaksanakan di Pejambon Jakarta yang sekarang menjadi gedung Departemen Luar Negeri. Sidang pertama PPKI membahas tentang
1)      Pembahasan dan pengesahan Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum rapat di mulai, Soekarno dan Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, K.H.Wachid Hasjim, Mr. Kasman Singodimedjo, dan Mr.Teuku Mohammad Hassan untuk mengkaji kembali rancangan pembukaan UUD. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Piagam Jakarta yang dibuat pada 22 Juni 1945, khususnya berkaitan dengan kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluk-pemeluknya”. hal itu disebabkan karena pemeluk agama lain merasa keberatan dalam kalimat tersebut. Dengan dipimpin oleh Hatta akhirnya Dalam waktu 15 menit rapat yang dipimpin oleh bung Hatta berhasil mencapai kata sepakat untuk mengubah kalimat itu menjadi “ ketuhanan yang maha Esa”.[1] Bab 2, Pasal 6, UUD 1945 yang sebelumnya berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” diubah menjadi “Presiden adalah orang Indonesia asli.
Setelah bertukar pikiran itu rapat pleno PPKI dibuka pukul 11.30 yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta. Rapat dihadiri oleh 27 orang anggota. Soekarno membuka rapat dengan pidato singkat. Rapat pertama ini berjalan lancer. Pembahasan masalah rancangan pembukaan dan UUD yang telah disiapkan oleh Badan Penelidik Usaha Kemerdekaan Indonesia berhasil dibahas dalam waktu kurang dari dua jam dan disepakati bersama rancangan Pembukaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Kemudian sidang di skor satu jam. Dan selanjutnya pada awal rapat kedua ini Soekarno hanya mengumumkan 6 anggota baru yaitu wiranatakusumah, ki hajar dewantara, Mr. Kasman singodimejo, sayuti melik, Mr. Iwa kusumasumantri, dan Mr. Ahmad soebardjo.
2)      Pengangkatan Presiden Dan Wakil Presiden
Oto Iskandar Dinata mengusulkan agar pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara aklamasi. Ia mengajukan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden. Usulan tersebut disetujui oleh para hadirin, dilanjutkan dengan menyanyikan lagu indonesia raya. Setelah pemilihan presiden dan wakil presiden tersebut sidang meneruskan acara membahas pasal-pasal rancangan aturan peralihan dan aturan tambahan.
3)      Sebelum terbentuknya MPR dan DPR, pekerjaan presiden untuk sementara dibantu oleh Komite Nasional
Dengan demikian pada tanggal 18 agustus 1945 bangsa Indonesia memperoleh landasan kehidupan bernegara yang meliputi dasar Negara yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Dan pembukaan UUD 5 tersebut mengandung dasar Negara kita yaitu pancasila.
Sebelum rapat pertama ini ditutup presiden Soekarno menunjuk Sembilan orang anggota panitia kecil yang ditugasi untuk menyusun rancangan yang berisi hal-hal yang meminta perhatian mendesak yakni pembagian wilayah Negara, kepolisian, tentara kebangsaan dan perekonomian. Mereka adalah Otto Iskandar Dinata, Subardjo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, Wiranatahakusumah, Dr. Amir A.A.Hamidan, Dr. Ratulangi dan ketut Pudja.[2]
2.      Sidang kedua PPKI (19 Agustus 1945)
Rapat dilanjutkan pada hari minggu  jam 10.00 pagi. Acara pertama adalah membahas hasil kerja panitia kecil yang dipimpin oleh Oto iskandar Dinata. Sebelum acara dimulai, Ir. Soekarno yang sudah menjadi presiden menunjuk Ahmad Subardjo, Soetardjo Kartohadikoesoemo, dan Kasman untuk membentuk panitia kecil yang akan membicarakan bentuk departemen dan bukan personalianya. Hasil rapat tersebut menghasilkan keputusan sebagai berikut:
1)      Pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi beserta gubernurnya dan dua daerah istimewa yaitu:
a)      Jawa Barat : Sutardjo Kartohadikusumo
b)      Jawa Tengah : R. Panji Soeroso
c)      Jawa Timur : R.A Soerjo
d)      Kalimantan : Ir. Mohammad Noor
e)      Sulawesi : Dr. Sam Ratulangi
f)       Maluku : Mr. J. Latuharhary
g)      Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ketut Pudja
h)       Sumatera : Mr. Teuku Moh. Hasan
i)        Dua daerah istimewa yaitu Yogyakarta dan Surakarta
2) Menetapkan 12 kementrian Yaitu:
Departemen Dalam Negeri  Departemen Kehakiman, Departemen Keuangan, Departemen Kemakmuran,  Departemen Kesehatan, Departemen Pengajaran, Pendidikan Dan Kebudayaan,  Departemen Sosial, Departemen Pertahanan, Departemen Perhubungan, Departemen Penerangan, Departemen Pekerjaan Umum.
Panitia kecil juga mengusulkan Adanya Komite Nasional (Daerah). Urusan kepolisian oleh panitia kecil dimasukkan kedalam Departemen Dalam Negeri. Sesuai dengan usulan sidang Presiden Soekarno menunjuk Abdul khadir, Kasman Singodimedjo dan Oto iskandar Dinata untuk mempersiapkan pembentukan tentara kebangsaan. Abdul khadir ditunjuk sebagai ketuanya. Pada malam harinya dijalan Gambir Selatan Presiden Soekarno, Moh. Hatta, R. Otto Iskandardinata, Soekardjo Wirjopranoto, Sartono, Suwirjo, Buntara, A.G. Pringgodigdo dan dr. Tadjudin juga berkumpul untuk membahas siapa saja yang akan menjadi anggota  Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) disepakati bahwa  anggota KNIP berjumah 60 orang.
Berdasarkan sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 pada tanggal 12 September 1946 dibentuklah Kabinet Presidensil (Kabinet RI I) dengan 12 departemen dengan 5 menteri negara. Susunan kabinet presidensil I adalah sebagai berikut:
a)      Menteri dalam negeri           : R.A.A wiranata kusumah
b)      Menteri Luar Negeri             : Mr. Ahmad Soebardjo
c)       Menteri Kehakiman              : Prof. Dr. Soepomo, SH
d)     Menteri kemakmuran           : Ir. D.P Surahman
e)       Menteri Keuangan                : Mr. A. A Maramis
f)       Menteri kesehatan                : dr. R. Boentaran M
g)      Menteri pengajaran              : Ki hajar dewantara
h)      Menteri Sosial                      : Mr. Iwa kusumasumantri
i)        Menteri penerangan             : Mr. Amir syarifudin
j)        Menteri perhubungan           : R. Abikusno Tjokrosujoso
k)      Menteri Keamanan rakyat    : Soeprijadi
l)        Menteri pekerjaan umum      : R. Abikusno Tjokrosujoso
m)    Menteri Negara                     : KH. Wachid Hasjim
n)      Menteri Negara                     : Dr. M Amir
o)       Menteri Negara                     : MR. R. M. Sartono
p)      Menteri Negara                     : R. Otto iskandardinata
q)      Menteri Negara                     : MR. A.A. Maramis
Disamping itu juga diangkat sejumlah pejabat tinggi negara sebagai berikut:
a)      Ketua Mahkamah Agung      : Dr. Mr. Kusumaatmaja
b)       Jaksa Agung                              : Mr. Gatot Tarunamihardja
c)      Sekretaris Negara                  : Mr. A. G. Pringgodigdo
d)      Juru Bicara Negara                : Sukardjo wirjopranoto
3.      Sidang ketiga (22 Agustus 1945)
Rapat PPKI dilanjutkan pada tanggal 22 Agustus, dalam rapat ini diputuskan tiga persoalan pokok yang sudah dibahas dalam rapat-rapat sebelumnya, yakni:
1). Pembentukan Komite Nasional
Komite nasional akan dibentuk di tingkat pusat dan Daerah. Tujuan komite dijelaskan oleh presiden Soekarno antara lain untuk mempersatukan semua lapisan dan bidang pekerjaan agar tercapai kesatuan nasional yang erat dan utuh, membantu menentramkan rakyat dan melindungi keamanan serta membantu para pemimpin untuk mewujudkan cita-cita bangsa. Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) diresmikan pada tanggal 29 Agustus 1945, aggotanya berjumlah 137 orang dan Kasman Singodimejo dianggkat sebagai ketua. Pembentukan KNIP dengan cepat di ikuti oleh pembentukan KNI Daerah. Sejak awal sepetember  1945 sudah terbentuk diberbagai daerah dari tingkat keresidenan sampai tingkat desa.
Awalnya KNIP hanya merupakan lembaga pembantu esksekutif. Tanggal 16 0ktober 1945 wakil presiden Hatta mengeluarkan maklumat X (eks) yang menyatakan bahwa sebelum MPR dan DPR terbentuk KNIP diberi kekuasaan Legislatif  dan ikut serta menentukan garis-garis besar haluan Negara dan juga tugas sehari-hari KNIP dijalankan oleh Badan Pekerja (BP KNIP). Pada tanggal 30 Oktober 1945 BP-KNIP mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk mendirikan partai-partai politik sebagai sarana penyaluran berbagai aspirasi dan paham yang berkembang di masyarakat. Pemerintah mengeluarkan maklumat tanggal 3 November 1945. Isi maklumat ini adalah: “Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin kejalan yang teratur segala aliran paham yang ada dalam masyarakat”.
Pada tanggal 14 November 1945, pemerintah menyetui usulan BP-KNIP untuk mengubah bentuk kabinet presidensil menjadi kabinet parlementer. Persetujuan pemerintah terebut diumumkan melalui Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945 yang berbunyi: “Pemerintah Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang hebat dengan selamat dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat sekarang sudah tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan kabinet baru itu ialah, tanggung jawab adalah didalam tangan menteri”.
Sejak tanggal 14 November 1945 Indonesia menggunakan sistem Kabinet Parlementer dengan Perdana Menteri pertamanya yaitu Sutan Syahrir. Bangsa Indonesia mengharapkan sistem pemerintahan Demokrasi dimana cirinya adalah adanya DPR (parlemen) yang anggota-anggotanya dipilih langsung oleh rakyat. Jika menggunakan kabinet presidentil maka presiden berperan sebagai pemimpin kabinet dan kabinet bertanggungjawab kepada presiden. Tetapi jika menggunakan kabinet Parlementer maka presiden bertanggungjawab kepada parlemen (KNIP). Kabinet Parlementer ini terbentuk karena memang sebenarnya direncanakan oleh KNIP. Dimana “kabinet (menteri) bertanggungjawab langsung kepada KNIP (parlemen) dengan kekuasaan legislatifnya. Selain itu tujuan dibentuk kabinet Parlementer adalah untuk mengurangi peranan presiden yang dianggap terlalu besar.
2). Pembentukan Partai Nasional Indonesia
PNI dimaksudkan sebagai wadah  untuk memperkuat persatuan bangsa, memperbesar rasa cinta, setia dan bakti kepada tanah air. Presiden Soekarno mengatakan bahwa PNI akan menjadi motor perjuangan rakyat dalam segala urusan lapangan. Namun akhirnya partai ini dibubarkan 31 Agustus Karena banyak pihak yang tidak setuju karena sebagain besar anggota partai ini adalah orang yang dahulu duduk dalam organisasi Jepang dan juga partai ini tidak mewakili segenap golongan dalam masyarakat.


3.) Pembentukan Badan Keamanan Rakyat
BKR bertugas sebagai penjaga keamanan umum di daerah-daerah dibawah Koordinasi Komite Nasional Indonesia Setempat. Pembentukan BKR ini di umumkan presiden Soekarno pad atanggla 23 Agustus. Presiden mengumumkan  agar para bekas tentara peta, heiho dan pemuda-pemuda lain memasuki BKR sambil menuggu di bentuknya tentara kebangsaan. DiJakarta terbentuk BKR pusat yang diketuai oleh  Kasman Singodimedjo ynag dimkasudkan sebagi kordinator dan pengendali BKR-BKR daerah.
Namun sebagian para pemuda tidak puas dengan pembentukan BKR. Para pemuda yang telah membentuk kelompok-kelompok politik yang  besar perannya dalalm mencetuskan proklamasi menginginka di bentuknya tentara nasional. Mereka kemudian membentuk badan-badan perjuangan yang kemudian memyatukan diri dalam sebuah komite Van Aksi ynag bermarkas di jalan menteng 31 dibawah pimpinan Adam malik, sukarni, Chaerul Shaleh, dan lain-lain. Kemudian badan-badan perjuangan juga terbentuk di jawa, Sumatra, sulwesi selatan dan pulau lainnya yang menaungi banyak  badan-badan perjuangan.
Melihat hal ini pada tanggal 5 Oktober bekas mayor KNIL R. Urip sumuhardjo dipanggil oleh pemerintah keJakarta dan menerima keputusan untuk pembentukan tentara keamanan rakyat atau TKR, dia dingkat menjadi kepala Staf umum yang diberi kuasa untuk mengangkat anggota-angotanya.[3] Dipulau jawa terbentuk 10 divisi dan di sumtra 6 divisi. Awalnya sebagai pimpinan di tunjuk Soprijadi sebagai ketua, Akan tetapi, Supriyadi yang telah ditunjuk sebagai pimpinan tertinggi TKR belum juga muncul dia diperkirakan sudah dibunuh Jepang, sehingga di kalangan TKR merasa perlu segera mengisi kekosongan tersebut. Dalam konferensi TKR di Jogjakarta pada tanggal 12 November 1945, Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V Banyumas terpilih menjadi pimpinan tertinggi TKR. Terpilihnya jendral sudirman merupkan titik tolak perkembangan organisasi kekuatan pertahanan keamanan.
Dalam perkembangannya TKR berubah nama menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) pada bulan januari 1946. Soedirman berpendapat bahwa TRI adalah tentara nasional tentara nasional dan tentara rakyat yanag percaya kepada kekuatan sendiri tampa mengharap bantuan dari luar negeri. Pada bulan Juni 1947 TRI berubah menjadi Tentata Nasional Indonesia  yaitu tentara yang bukan semata-mata alat Negara atau pemerintah melainkan alat rakyat, alat revolusi dan alat bangsa Indonesia.



[1] Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka.hlm 158-159
[2] ibid
[3] Lihat A. H. Nasution.1977. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia Jilid 2. Bandung: Angkasa. Hlm: 213

0 komentar:

Posting Komentar