Akhirnya
administrasi VOC diambil oleh pemerintahan Belanda. Bersamaan jatuhnya VOC, di
Eropa sedang terjadi perubahan-perubahan revolusioner sebagai akibat revolusi
Perancis 1772-1862. Perancis berhasil menduduki Belanda tahun 1795 sehingga
negeri belanda harus di rubah menjadi republic yaitu Batafsche Republik dan
William V berlindung di Inggris.
Karena
Belanda berada di bawah kekuasaan Perancis, maka paham liberalisme dan
humanisme yang ada di Perancis juga berkembang di Belanda. Salah seorang tokoh
Belanda yang menyerap paham liberalism dan humanism sekaligus Negara Republik
yaitu Dirk Van Hogendorp tahun 1796. Dirk Van Hogendorp mengusulkan perubahan
politik di Hindia-Belanda (Indonesia). Hogendorp mengatakan “meski di perintah
dan di eksploitasi oleh negeri induk (Belanda) tetapi orang-orang pribumi
(Indonesia) harus di perlakukan dengan baik dan wajar.
Dengan
adanya usulan demikian maka VOC berubah menjadi pemerintahan colonial
Hindia-Belanda. Belanda mengutus Herman William Daendeles pada tahun 1808
sampai 1811 ke Hindia Belanda. Pada tahun 1808 terjadi suatu zaman hubungan
baru dalam hubungan Jawa-Eropa. Negeri Belanda telah berada dibawah kekuasaan
Perancis sejak tahun 1795. Maka Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya Lois
Napoleon sebagai menguasa di Belanda pada tahun 1806. Pada tahun 1808 Lois
Napoleon mengirim Marsekal Heraman William Daendeles ke Batavia untuk
menjadi Gubernur Jendral. Tugas utamanya
yaitu memperkuat pertahanan Jawa sebagai basis melawan Inggris di Samudra
Hindia.
Daendeles
adalah seorang pemuja prinsip-prinsip pemerintahan yang revoluisioner.
Daendeles membawa suatu prinsip ke Jawa yaitu perpaduan antara semangat
pembaharuan dan metode kediktatoran. Prinsip ini sedikit hasil dan banyak
tantangan dan juga tidak begitu berhasil. Daendeles berusaha memberantas
ketidak efisiensi, penyelewengan, korupsi yang menyelimuti administrasi Eropa.
Dia tidak suka jawa atau Daendeles anti feodal terhadap para penguasa Jawa
(Bupati).
Bagi
Daendeles bupati bukan penguasa atau pemimpin atas masyarakat, tetapi sebagai
pegawai administrasi Eropa (Pemeritahan Belanda). Kesultanan Banten dan Cirebon
di jadikan daerah gubernuran atau pemerintahan. Mengurangi berbagai upacara di
istana Surakarta dan Jogyakarta.
Daendeles mengurangi wewenang dan penghasilan
para bupati. Daendeles memperlakukan para penguasa Jawa seolah-olah mereka
vassal-vasal Batavia.
Daendeles
memperlakukan jawa sebagai vassal-vasal karena beberapa alasan.
a. Menurut
hukum yang dipahami Belanda, tindakan Daendeles itu betul, karena perjanjian
tahun 1749 telah menyerahkan kedaulatannya kepada VOC, akan tetapi Batavia pada
saat itu tidak pernah berusaha melaksanakan kekuasanya di pedalaman.
b. Para
residen di istana-istana kini dinamakan Minister, bukan residen. Sebab mereka
di pandang bukan sebagai duta dari sekutu yang satu untuk sekutu yang lain
,melainkan sebagai wakil-wakil lokal dari kekuasaan pemerintahan Eropa.
c. Dalam
semua urusan protocol, mereka (residen) mulai sederajat dengan raja-raja Jawa.
Kebijakan
perubahan-perubahan ini disambut bahagia oleh Pakubuwono IV, tetapi
Hamengkubuwono menolaknya. Dari sinilah bermula suatu periode konflik yang
panjang yang akan berakhir dengan meletusnya perang Jawa. ( Perang Diponegoro).
Tugas
Daendeles di Hindia Belanda untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris.
Untuk itu maka dibangun sarana prasarana yaitu.
1. Di
bangun jalan raya pos (grote posweg) antara Anyer-Panarukan.
2. Membangun
gudang militer, seperti gudang meriam, gudang peluru reorganisasi satuan
serdadu
3. Merintis
konsep Negara modern.
Langkah-langkah
militer yang dilakukan Daendeles meningkatkan jumlah pasukannya yang sebagian
terdiri atas orang Indonesia, karena Daendeles datang ke Indonesia tidak
membawa pasukan. Paseukan daendeles dari 4000 menjadi 18.000 orang serdadu.
Akibat
kebijakan yang diperlakukan Daendeles terhadap bupati
1. Kini
bupati sebagai bawahan, akhirnya bupati tidak memiki otonomi yang luas
2. Buapati kehilangan banyak pendapatan, karena
sejak itu pendapatan bupati dari gaji saja
3. Berkurangnya
pengaruh dan kebebasan bertindak terhadap rakyat, sehingga bupati hanya
memerintah setengah hati.
4. Di
hancurkannya potensi kemiliteran bupati. (dikurangi pasukan pengawal). Contoh
masa VOC bupati Gresik ke Semarang dikawal 700 prajurit, bupati Pekalongan
diiringi 359 prajurit. Maka daendeles menguranginya menjadi 170 orang.
5. Upacara
kebesaran raja-raja atau bupati di sederhanakan.
Berikut adalah struktur jabatan Kolonial Belanda
zaman Daendeles (1808-1811)
STRUKTUR PEMERINTAHAN YANG DIROMBAK OLEH
DAENDELES:
(GUBERNUR JENDRAL → GUBERNUR → BUPATI →WEDONO→ ASISTEN WEDONO→ LURAH→ RAKYAT)
Daftar Pustaka
Sartono
Kartodirjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru. Jilid 1 dan 2. Jakarta :
Gramedia, 1988 dan 1990
M.C
Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. (Jakarta : Serambi,2005) hal
245-247
Mestika
Zed “Struktur Birokrasi Kolonial di Indonesia dan Perkembangannya di Sumatra
Barat Abad XIX –XX”. Diktat. Padang : Fak Sastra Unand, 1998
Sartono
Kartodrjo. Sejarah Nasional Indonesia Jilid V, (Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1975) hal 2-3
0 komentar:
Posting Komentar