Selasa, 04 Juli 2017

KERAJAAN TERNATE

Pada abad ke 14 dalam kitab negarakertagama, karya Mpu Prapanca ( 1365 M ) disebutkan bahwa Maluku dibedakan dengan Ambon, yaitu Ternate. Hal ini juga dapat dihubungkan dengan Hikayat Ternate ( Hikayat Bacan )  yang menyebutkan Moelaka ( Maluku ) artinya Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Pada abad ke 14 M masa kerajaan Majapahit, hubungan pelayaran dan perdagangan antara pelabuhan pelabuhan terutama Tuban dan Gresik dengan daerah Hitu, Ternate, Tidore, bahkan Ambon sendiri sudah  sering terjadi. Pada abad tersebut pelabuhan pelabuhan yang masih dibawah Majapahit juga sudah didatangi pedagang muslim. Untuk memperoleh komoditas berupa rempah rempah terutama cengkeh dan Pala, para pedagang muslim dari Arab dan Timur Tengah lainnya itu juga sangat mungkin mendatangi daerah Maluku.

Hikayat Ternate menyebutkam bahwa turunan Raja Raja Maluku, Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan, adalah Jafar Sadik  dari Arab. Dalam tradisi setempat dikatakan bahwa Raja Ternate XII bernama Molomatea (1350-1357) bersahabat dengan orang orang muslim Arab yang datang di Maluku memberikan petunjuk pembuatan kapal. Demikian pula dieritakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Marhum di Ternate, datang seorang Alim dari Jawa bernama Maulana Husein yang mengajarkan membaca Alqur’an dan menulis huruf Arab yang indah sehingga menarik raja dan keluarganya serta masyarakatnya.
meskipun demikian, pada waktu itu agama Islam belum begitu berkembang,  perkembangan baru terjadi pada masa Raja Cico atau putranya Gopi Baguna dan bersama Zainulabidin pergi ke Jawa belajar masuk agama Islam. Zainulabidin (1486-1500) yang mendapat ajaran Islam dari Giri mungkin dari Prabu Atmaka di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa artinya Raja cengkeh. Sekembalinya dari Jawa ia membawa Mubaliq yang bernama Tuhubahalul. Hikayat Hitu menceritakan bahwa yang mengiring Raja Zainulabidin ke Jawa adalah Perdana Menteri Jamilu dan Hitu.

Hubungan perdagangan antara Maluku dengan Jawa oleh Tome Pires (1512-1515) juga sudah diberitakan bahkan ia memberikan gambaran Ternate yang didatangi kapalkapal dari Gresik milik Pate Yusuf, dan Raja Ternate yang sudah memeluk Islam adalah Sultan Acorala dan hanya Raja Ternate yang menggunakan gelar Sultan sedang yang lainnya masih memakai gelar gelar raja di Tidore, gelar raja disebut Kolano. Pada waktu itu diceritakan Sultan Ternate sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi raja di Tidore, yaitu Raja Almansor. Ternate, Tidore, Bacan, Makyan, Hitu, dan Banda pada masa kehadiran Tome Pires sudah banyak yang beragama Islam. Jika Islam memasuki daerah Maluku Tome Pires mengatakan 50 tahun lalu, itu berarti antara tahun 1460-1465. Tahun tahun tersebut menunjukkan persamaan dengan berita Antonio yang mnegatakan bahwa Islam didaerah Maluku mulai 80 atau 90 tahun lalu kehadirannya didaerah Maluku (1540-1545) yang juga jatuhnya kurang lebih kurang tahun 1460-1463 M.

Kerajaan Ternate sejak itu makin mengalami kemajuan baik dibidang ekonomi, perdagangan, maupun dibidang politik, lebih lebih setelah Sultan Hairun putra Sultan Zainalabidin menaiki takhta sekitar tahun 1535 kerajaan Ternate berhasil mempersatukan daerah daerah di Maluku Utara. Akan tetapi, persatuan daerah daerah dalam kerajaan Ternate itu mulai pecah karena kedatangan orang orang Portugis dan juga orang orang Spanyol ke Tidore dalam upaya monopoli perdagangan terutama rempah rempah. Dikalangan kedua Bangsa itu juga terjadi persaingan monopoli perdagangan, Portugis memusatkan perhatiannya kepada Ternate sedangkan pedagang Spanyol kepada Tidore.

Kehadiran pedagang Portugis di Ternate dirasakan sangat merugikan karena monopoli perdagangan sehingga menimbulkan pemberontakan terhadap kedudukan Portugis di Ternate, terlebih pada masa Antonio Golvao menjadi Gubernus Portugis di Maluku (1536-1540). Pada tahun 1565 Sultan Khairun dengan rakyatnya mengadakan penyerangan penyerangan terhadap Portugis karena hampir terdesak pihak Portugis melakukan penipuan dengan dalih mengadakan perundingan tetapi ternyata Sultan Khairun dibunuh pada tahun 1570 yang menyebabkan makin marahnya rakyat Ternate.
Perlawanan rakyat itu diteruskan dibawah pimpinan putranya, Sultan Baabullah, yang pada tanggal 28 Desember 1577 berhasil mengusir orang orang Portugis dari Ternate, menyingkir kepulau dekat Tahula tidak jauh dari Tidore, tetapi tetap diganggu oleh orang orang Ternate agar menyingkir dari tempat itu, Sultan Baabullah menyatakan dirina sebagai penguasa seluruh Maluku bahkan mendapat pengakuan kekuasaannya sampai ke berbagai daerah Mindanao, Manado, Sangihe, dan daerah daerah Nusa Tenggara.


Sultan Baabullah mendapat julukan sebagai penguasa 72 kepulauan dan manganggap sebagai emperor seluruh wilayah dan sangat berkuasa. Sultan Baabullah wafat pada tahun 1583, orang orang Spanyol berkesempatan menyerang Ternate dan memang berhasil merebut benteng Gamulamu di Ternate tahun1606. Sultan Ternate pada waktu itu Sahid Barkat ditangkap dan diminta agar menyerahkan semua benteng benteng yang ada pada sekutunya, agar tawanan orang orang Kristen dibebaskan, kemudianraja Ternate itu diasingkan dengan putra putranya serta kaicil kaicil dibawa ke Manila.dengan munculnya VOC Belanda didaerah Maluku  berarti kerajaan kerajaan didaerah itu menghadapi monopoli ekonomi perdagangan  dan pengaruh politik Kolonialismenya.

0 komentar:

Posting Komentar