Pada
abad ke 14 dalam kitab negarakertagama, karya Mpu Prapanca ( 1365 M )
disebutkan bahwa Maluku dibedakan dengan Ambon, yaitu Ternate. Hal ini juga
dapat dihubungkan dengan Hikayat Ternate ( Hikayat Bacan ) yang menyebutkan Moelaka ( Maluku ) artinya
Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan. Pada abad ke 14 M masa kerajaan Majapahit,
hubungan pelayaran dan perdagangan antara pelabuhan pelabuhan terutama Tuban
dan Gresik dengan daerah Hitu, Ternate, Tidore, bahkan Ambon sendiri sudah sering terjadi. Pada abad tersebut pelabuhan
pelabuhan yang masih dibawah Majapahit juga sudah didatangi pedagang muslim.
Untuk memperoleh komoditas berupa rempah rempah terutama cengkeh dan Pala, para
pedagang muslim dari Arab dan Timur Tengah lainnya itu juga sangat mungkin
mendatangi daerah Maluku.
Hikayat
Ternate menyebutkam bahwa turunan Raja Raja Maluku, Ternate, Tidore, Jailolo,
dan Bacan, adalah Jafar Sadik dari Arab.
Dalam tradisi setempat dikatakan bahwa Raja Ternate XII bernama Molomatea
(1350-1357) bersahabat dengan orang orang muslim Arab yang datang di Maluku
memberikan petunjuk pembuatan kapal. Demikian pula dieritakan bahwa pada masa
pemerintahan Raja Marhum di Ternate, datang seorang Alim dari Jawa bernama
Maulana Husein yang mengajarkan membaca Alqur’an dan menulis huruf Arab yang
indah sehingga menarik raja dan keluarganya serta masyarakatnya.
meskipun
demikian, pada waktu itu agama Islam belum begitu berkembang, perkembangan baru terjadi pada masa Raja Cico
atau putranya Gopi Baguna dan bersama Zainulabidin pergi ke Jawa belajar masuk
agama Islam. Zainulabidin (1486-1500) yang mendapat ajaran Islam dari Giri
mungkin dari Prabu Atmaka di Jawa terkenal sebagai Raja Bulawa artinya Raja
cengkeh. Sekembalinya dari Jawa ia membawa Mubaliq yang bernama Tuhubahalul.
Hikayat Hitu menceritakan bahwa yang mengiring Raja Zainulabidin ke Jawa adalah
Perdana Menteri Jamilu dan Hitu.
Hubungan
perdagangan antara Maluku dengan Jawa oleh Tome Pires (1512-1515) juga sudah
diberitakan bahkan ia memberikan gambaran Ternate yang didatangi kapalkapal
dari Gresik milik Pate Yusuf, dan Raja Ternate yang sudah memeluk Islam adalah
Sultan Acorala dan hanya Raja Ternate yang menggunakan gelar Sultan sedang yang
lainnya masih memakai gelar gelar raja di Tidore, gelar raja disebut Kolano.
Pada waktu itu diceritakan Sultan Ternate sedang berperang dengan mertuanya
yang menjadi raja di Tidore, yaitu Raja Almansor. Ternate, Tidore, Bacan,
Makyan, Hitu, dan Banda pada masa kehadiran Tome Pires sudah banyak yang
beragama Islam. Jika Islam memasuki daerah Maluku Tome Pires mengatakan 50
tahun lalu, itu berarti antara tahun 1460-1465. Tahun tahun tersebut
menunjukkan persamaan dengan berita Antonio yang mnegatakan bahwa Islam
didaerah Maluku mulai 80 atau 90 tahun lalu kehadirannya didaerah Maluku
(1540-1545) yang juga jatuhnya kurang lebih kurang tahun 1460-1463 M.
Kerajaan
Ternate sejak itu makin mengalami kemajuan baik dibidang ekonomi, perdagangan,
maupun dibidang politik, lebih lebih setelah Sultan Hairun putra Sultan
Zainalabidin menaiki takhta sekitar tahun 1535 kerajaan Ternate berhasil
mempersatukan daerah daerah di Maluku Utara. Akan tetapi, persatuan daerah
daerah dalam kerajaan Ternate itu mulai pecah karena kedatangan orang orang
Portugis dan juga orang orang Spanyol ke Tidore dalam upaya monopoli
perdagangan terutama rempah rempah. Dikalangan kedua Bangsa itu juga terjadi persaingan
monopoli perdagangan, Portugis memusatkan perhatiannya kepada Ternate sedangkan
pedagang Spanyol kepada Tidore.
Kehadiran
pedagang Portugis di Ternate dirasakan sangat merugikan karena monopoli
perdagangan sehingga menimbulkan pemberontakan terhadap kedudukan Portugis di
Ternate, terlebih pada masa Antonio Golvao menjadi Gubernus Portugis di Maluku
(1536-1540). Pada tahun 1565 Sultan Khairun dengan rakyatnya mengadakan
penyerangan penyerangan terhadap Portugis karena hampir terdesak pihak Portugis
melakukan penipuan dengan dalih mengadakan perundingan tetapi ternyata Sultan
Khairun dibunuh pada tahun 1570 yang menyebabkan makin marahnya rakyat Ternate.
Perlawanan
rakyat itu diteruskan dibawah pimpinan putranya, Sultan Baabullah, yang pada
tanggal 28 Desember 1577 berhasil mengusir orang orang Portugis dari Ternate,
menyingkir kepulau dekat Tahula tidak jauh dari Tidore, tetapi tetap diganggu
oleh orang orang Ternate agar menyingkir dari tempat itu, Sultan Baabullah
menyatakan dirina sebagai penguasa seluruh Maluku bahkan mendapat pengakuan
kekuasaannya sampai ke berbagai daerah Mindanao, Manado, Sangihe, dan daerah
daerah Nusa Tenggara.
Sultan
Baabullah mendapat julukan sebagai penguasa 72 kepulauan dan manganggap sebagai
emperor seluruh wilayah dan sangat berkuasa. Sultan Baabullah wafat pada tahun
1583, orang orang Spanyol berkesempatan menyerang Ternate dan memang berhasil
merebut benteng Gamulamu di Ternate tahun1606. Sultan Ternate pada waktu itu
Sahid Barkat ditangkap dan diminta agar menyerahkan semua benteng benteng yang
ada pada sekutunya, agar tawanan orang orang Kristen dibebaskan, kemudianraja
Ternate itu diasingkan dengan putra putranya serta kaicil kaicil dibawa ke
Manila.dengan munculnya VOC Belanda didaerah Maluku berarti kerajaan kerajaan didaerah itu
menghadapi monopoli ekonomi perdagangan
dan pengaruh politik Kolonialismenya.
0 komentar:
Posting Komentar