Selasa, 18 Juli 2017

BPUPKI


Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dōkuritsu Junbi Cōsokai atau dilafalkan Dōkuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan bala tentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.

Adapun latar belakang pembentukan BPUPKI secara formil, termuat dalam Maklumat Gunseikan nomor 23 tanggal 29 Mei 1945, dilihat dari latar belakang dikeluarnya Maklumat No. 23 itu adalah karena kedudukan Fasisme (kekuasaan) Jepang yang sudah sangat terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan Pemerintah Jepang dengan membentuk BPUPKI bukan merupakan kebaikan hati yang murni tetapi Jepang hanya ingin mementingkan dirinya sendiri, yaitu pertama; Jepang ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan cara memikat hati rakyat Indonesia, dan yang kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya. Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda (orang Jepang). Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.

Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya Angkatan Perang Jepang oleh Angkatan perang Sekutu dari Papua Nugini, Kepulauan Solomon dan Kepulauan Marshall, seluruh garis pertahanan di Pasifik mulai bobol yang berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang mengalami serangan dari udara Sekutu atas kota-kota Ambon, Makassar, Manado, dan Surabaya; bahkan tentara sekutu telah pula mendarat didaerah-daerah minyak seperti Tarakan dan Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis itu, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jawa dibawah pimpinan Letnan Jendral Kumakici Harada, pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dōkuritsu Junbi Cōsakai).[1]
Tindakan ini merupakan langkah konkret pertamabagi pelaksanaan janji Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia di Kelak Kemudian Hari”. Tujuannya ialah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan pengurusnya terdiri atas sebuah badan perundingan terdiri dari seorang Kaicō (ketua), dua orang Fuku Kaicō (ketua muda), 60 orang lin (anggota), termasuk empat orang golongan Arab serta golongan  peranakan Belanda. Pengangkatan pengurus ini di umumkan pada tanggal 29 april 1945 dr.Radjiman Wediodiningrat diangkat sebagai (Kaicō), sedangkan yang duduk sebagai ketua muda (Fuku Kaicō) pertama di jabat oleh seorang jepang, Shucokai cirebon yang bernama Icibangase. R.P.Suroso diangkat sebagai kepala sekertariat dengan di bantu oleh Toyohiti Masuda dan Mr.A.G. Pringodigdo.
Pada tanggal 28 mei 1945 dilangsungkan upacara peresmian BPUPKI bertempat di gedung Cuo sangi in, jalan pejambon (Sekarang Gedung Departemen Luar negeri) Jakarta. Upacara peresmian itu dihadiri pula oleh dua pejabat jepang yaitu Jendral Itagaki (panglima tentara ke tujuh yang bermarkas di singapura dan membawahi tentara-tentara  yang bertuga di Indonesia) dan Letnan Jendral Nagano (panglima tentara Ke-16 yang baru di Jawa) mengahadiri siding tersebut. Pada kesempatan itu dilakukan pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh Toyohiko Masuda.

§  Rapat Pertama
Dōkuritsu Junbi Cōsokai mulai mengadakan persidangan untuk merumuskan undang-undang dasar, dimulai dengan persoalan “dasar” bagi negara Indonesia merdeka. Dalam kata pembukaannya, ketua dr. Radjiman Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia Merdeka yang akan dibentuk itu. ternyata ada tiga anggota yang memenuhi permintaan Ketua, yakni secara khusus membicarakan dasar negara.mereka itu adalah Mr. Muh Yamin, Dr. Mr. Supomo, da Ir Soekarno.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima Asas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut:
  1. peri kebangsaan
  2. peri ke Tuhanan
  3. kesejahteraan rakyat
  4. peri kemanusiaan
  5. peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Supomo mengusulkan lima asas yaitu
  1. persatuan
  2. kekeluargaan
  3. keseimbangan lahir dan batin
  4. musyawarah
  5. keadilan rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. pada kesempatan itulah Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal judul “lahirnya Pancasila”, Soekarno mengusulkan lima asas pula yaitu:
  1. kebangsaan Indonesia
  2. internasionalisme dan peri-kemanusiaan
  3. mufakat atau demokrasi
  4. kesejahteraan sosial
  5. Ke-Tuhanan yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:
  1. Sosionasionalisme
  2. Sosiodemokrasi
  3. Ketuhanan yang berkebudayaan 
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta redaksi yang sedikit berbeda. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang baru.

§  Masa Antara Rapat Pertama Dan Kedua

Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
  1. Ir. Soekarno (ketua)
  2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
  3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
  4. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
  5. KH. Wachid Hasyim (anggota)
  6. Abdul Kahar Muzakir (anggota)
  7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
  8. H. Agus Salim (anggota)
  9. Mr. A.A. Maramis (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
  1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
§  Rapat Kedua

Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta. Dengan pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:



  1. Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
  2. Mr. Wongsonegoro
  3. Mr. Achmad Soebardjo
  4. Mr. A.A. Maramis
  5. Mr. R.P. Singgih
  6. H. Agus Salim
  7. Dr. Soekiman
Rancangan UUD
Dalam rapatnya pada tanggal  11 Juli, Panitia Perancang Unndang-undang Dasar dengan suara Bulat menyetujui isi preambul yang diambil dari Piagam Jakarta. Panitia tersebut  kenudian membentuk sebuah “Panitia dari Piagam Jakarta”  panitia tersebut kemudian membentuk sebuah “Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar”. Pada rapat tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut. Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI  menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:
1.      Pernyataan Indonesia merdeka
2.      Pembukaan UUD
3.      Batang tubuh UUD.



[1] Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho Notosusanto.1984. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI Jakarta: Balai Pustaka.Hal 121

0 komentar:

Posting Komentar