Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dōkuritsu
Junbi Cōsokai atau
dilafalkan Dōkuritsu Zyunbi Tyoosakai) adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh pemerintah pendudukan bala tentara Jepang pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun
Kaisar Hirohito. Badan ini
dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI
beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Hibangase Yosio
(orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Adapun latar belakang pembentukan
BPUPKI secara formil, termuat dalam Maklumat Gunseikan nomor 23 tanggal 29 Mei
1945, dilihat dari latar belakang dikeluarnya Maklumat No. 23 itu adalah karena
kedudukan Fasisme
(kekuasaan) Jepang yang sudah sangat terancam. Maka sebenarnya, kebijaksanaan
Pemerintah Jepang dengan membentuk BPUPKI bukan merupakan kebaikan hati yang
murni tetapi Jepang hanya ingin mementingkan dirinya sendiri, yaitu pertama; Jepang
ingin mempertahankan sisa-sisa kekuatannya dengan cara memikat hati rakyat
Indonesia, dan yang kedua; untuk melaksanakan politik kolonialnya. Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha
(semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini
dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda
(orang Jepang). Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu
Junbi Inkai) dengan anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan
perwakilan etnis terdiri berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra,
2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1
orang dari maluku, 1 orang dari Tionghoa.
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul mundurnya Angkatan
Perang Jepang oleh Angkatan perang Sekutu dari Papua Nugini, Kepulauan Solomon
dan Kepulauan Marshall, seluruh garis pertahanan di Pasifik mulai bobol yang
berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang mengalami serangan
dari udara Sekutu atas kota-kota Ambon, Makassar, Manado, dan Surabaya; bahkan
tentara sekutu telah pula mendarat didaerah-daerah minyak seperti Tarakan dan
Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis itu, Pemerintah Pendudukan Jepang di
Jawa dibawah pimpinan Letnan Jendral Kumakici Harada, pada tanggal 1 Maret 1945
mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Dōkuritsu Junbi Cōsakai).[1]
Tindakan ini merupakan langkah konkret pertamabagi pelaksanaan janji
Koiso tentang “Kemerdekaan Indonesia di Kelak Kemudian Hari”. Tujuannya ialah
untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting yang berhubungan dengan
pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan
pengurusnya terdiri atas sebuah badan perundingan terdiri dari seorang Kaicō (ketua), dua orang Fuku Kaicō (ketua muda), 60 orang lin (anggota),
termasuk empat orang golongan Arab serta golongan peranakan Belanda. Pengangkatan
pengurus ini di umumkan pada tanggal 29 april 1945 dr.Radjiman Wediodiningrat
diangkat sebagai (Kaicō), sedangkan
yang duduk sebagai ketua muda (Fuku Kaicō) pertama di jabat oleh seorang
jepang, Shucokai cirebon yang bernama Icibangase. R.P.Suroso diangkat sebagai
kepala sekertariat dengan di bantu oleh Toyohiti Masuda dan Mr.A.G. Pringodigdo.
Pada tanggal 28 mei 1945
dilangsungkan upacara peresmian BPUPKI bertempat di gedung Cuo sangi in, jalan
pejambon (Sekarang Gedung Departemen Luar negeri) Jakarta. Upacara peresmian
itu dihadiri pula oleh dua pejabat jepang yaitu Jendral Itagaki (panglima
tentara ke tujuh yang bermarkas di singapura dan membawahi tentara-tentara yang
bertuga di Indonesia) dan Letnan Jendral Nagano (panglima tentara Ke-16 yang baru di Jawa) mengahadiri siding tersebut. Pada
kesempatan itu dilakukan pengibaran bendera Hinomaru oleh Mr. A.G. Pringgodigdo
yang kemudian disusul
dengan pengibaran bendera Sang Merah Putih oleh
Toyohiko Masuda.
§ Rapat
Pertama
Dōkuritsu Junbi Cōsokai mulai mengadakan persidangan
untuk merumuskan undang-undang dasar, dimulai dengan persoalan “dasar” bagi
negara Indonesia merdeka. Dalam kata pembukaannya, ketua dr. Radjiman
Wediodiningrat meminta pandangan para anggota mengenai dasar negara Indonesia Merdeka
yang akan dibentuk itu. ternyata ada tiga anggota yang memenuhi permintaan
Ketua, yakni secara khusus membicarakan dasar negara.mereka itu adalah Mr. Muh
Yamin, Dr. Mr. Supomo, da Ir Soekarno.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam
pidato singkatnya mengemukakan lima “Asas Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” sebagai berikut:
- peri kebangsaan
- peri ke Tuhanan
- kesejahteraan rakyat
- peri kemanusiaan
- peri kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Supomo mengusulkan
lima asas yaitu
- persatuan
- kekeluargaan
- keseimbangan lahir dan batin
- musyawarah
- keadilan rakyat
Pada tanggal 1 Juni 1945 berlangsunglah rapat terakhir dalam persidangan pertama itu. pada
kesempatan itulah Ir. Soekarno mengucapkan pidatonya yang kemudian dikenal
judul “lahirnya Pancasila”, Soekarno mengusulkan
lima asas pula yaitu:
- kebangsaan Indonesia
- internasionalisme dan peri-kemanusiaan
- mufakat atau demokrasi
- kesejahteraan sosial
- Ke-Tuhanan
yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang
menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila
yaitu:
- Sosionasionalisme
- Sosiodemokrasi
- Ketuhanan yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno,
Trisila tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu
merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno dalam
menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya lima
asas tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila, namun
konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan serta
redaksi yang sedikit berbeda. Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di
antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia
yang baru.
§ Masa Antara
Rapat Pertama Dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih
belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya
dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil
beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:
- Ir.
Soekarno (ketua)
- Drs. Moh. Hatta (wakil
ketua)
- Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
- Mr. Muhammad Yamin
(anggota)
- KH. Wachid Hasyim
(anggota)
- Abdul
Kahar Muzakir (anggota)
- Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
- H. Agus Salim
(anggota)
- Mr. A.A. Maramis (anggota)
Setelah melakukan kompromi antara 4
orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal
22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar
negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) yang berisikan:
- Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
- Kemanusiaan
yang adil dan beradab
- Persatuan
Indonesia
- Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
- Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
§ Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli
1945 dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan,
rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara,
pendidikan dan pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan
ketua Ir. Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikoesno
Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta. Dengan
pemungutan suara, akhirnya ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah
Hindia Belanda dahulu, ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua,
Timor-Portugis, dan pulau-pulau sekitarnya.
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia
Perancang UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
- Prof.
Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
- Mr.
Wongsonegoro
- Mr.
Achmad Soebardjo
- Mr.
A.A. Maramis
- Mr.
R.P. Singgih
- H. Agus
Salim
- Dr.
Soekiman
Rancangan UUD
Dalam
rapatnya pada tanggal 11 Juli, Panitia
Perancang Unndang-undang Dasar dengan suara Bulat menyetujui isi preambul yang
diambil dari Piagam Jakarta. Panitia tersebut
kenudian membentuk sebuah “Panitia dari Piagam Jakarta” panitia tersebut kemudian membentuk sebuah “Panitia
Kecil Perancang Undang-undang Dasar”. Pada rapat tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas
hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut. Pada tanggal 14 Juli 1945,
rapat pleno BPUPKI menerima laporan
Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut
tercantum tiga masalah pokok yaitu:
1.
Pernyataan Indonesia merdeka
2.
Pembukaan UUD
3.
Batang tubuh UUD.
[1]
Marwati
Djoened Poesponegoro
Nugroho Notosusanto.1984. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid VI Jakarta: Balai Pustaka.Hal 121
0 komentar:
Posting Komentar